Thursday, November 22, 2012

Air dan Kehidupan – Cerita Ailes


Hari itu tampak cerah sekali di desa Wiringgambut kecamatan Pirime kabupaten Lanny Jaya (Papua). Selain karena cuaca, juga tampak cerah oleh kerumunan anak-anak yang bersiap-siap untuk  menjadi peserta sosialisasi hidup bersih dan sehat. Temanya kali ini tentang Cuci Tangan Pakai Sabun. Di antara kerumunan anak-anak itu tampak satu anak yang sangat antusias. Ailes Wandik namanya. Dengan lincah kedua kaki kecilnya berlari mengambil air di salah satu tandon air hujan yang terbuat dari bahan fiber. Air itu kemudian dituangkan dalam ember-ember kecil yang akan digunakan untuk demo Cuci Tangan Pakai Sabun. Ailes terlihat serius dalam menyimak setiap informasi yang disampaikan oleh kakak penyuluh. Kebetulan sosialisasi saat itu juga disertai dengan kuis. Siapa yang bisa menjawab pertanyaan tentang cuci tangan atau tentang hidup bersih dan sehat akan mendapat hadiah.
Dalam satu pertanyaan tentang langkah-langkah mencuci tangan dengan sabun, Ailes dengan terbata-bata menggunakan bahasanya sendiri akhirnya bisa menjawab dengan cukup tepat. Oh iya, apa saja sih langkah-langkah tersebut? Pertama, cuci tangan dengan air. Pastikan air yang digunakan adalah air mengalir. Bisa saja dengan menggunakan gayung untuk air yang ada dalam ember. Tentu saja air yang digunakan harus air yang bersih dan bebas kuman. Kedua, pakai sabun usapkan ke seluruh bagian tangan hingga ke sela-sela jari dan batas kuku. Ketiga, gosok tangan kurang lebih selama 20 detik. Jangan lupa sela-sela jari dan batas kuku. Keempat, bilas dengan air mengalir. Dan terakhir, kelima, kibaskan tangan hingga kering.
Tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas kuman/ bakteri. Dan belum tentu juga ketika mencuci tangan pakai air saja tangan akan bebas kuman. Tangan kita hanya akan bebas kuman jika kita mencuci tangan pakai air bersih dan sabun, karena sabun bisa membersihkan kuman/ bakteri yang ada di tangan.
Ailes yang tampak serius menyimak tiba-tiba mengacungkan tangan dan bertanya, ”Kaka.. (kakak) mungkin karena sa (saya) jarang cuci tangan tu yang buat ingus susah sembuh kah (logat Papua)?”. Kakak penyuluh tersenyum sambil mengangguk membenarkan Ailes. Jika tangan kita ada kumannya maka tentu kita bisa terserang penyakit, misalnya: diare, pilek, batuk, dan lain-lain. Oleh sebab itu, betapa pentingnya kita mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas. Ailes dan teman-temannya tampak mengangguk-angguk.
Menjelang sosialisasi berakhir, sambil memegang beberapa buku dan alat tulis hadiah kuis, Ailes tampak tertegun sejenak. Kakak penyuluh yang melihat Ailes tampak terdiam langsung bertanya, “Ailes, ko kenapa kah?”.
Kaka, cuci tangan itu baik, tapi bagaimana dengan airnya?”, jawab Ailes. Kakak penyuluh terhenyak. Benar juga! Selama ini desa Wiringgambut dimana Ailes tinggal masih mengandalkan air hujan. Lokasi desa yang berada di bukit jauh dari tepi sungai membuat penduduk desa kesulitan untuk menerapkan perilaku hidup bersih seperti cuci tangan. Air hanya diambil seperlunya menggunakan jirigen 5 liter setiap harinya. Air itulah yang menjadi persediaan air untuk masak dan minum selama orang ada di dalam honai. Oh iya, honai adalah rumah bagi suku Dani. Karena sejak pagi hingga menjelang gelap kebanyakan masyarakat suku Dani ada di luar rumah, maka honai sebagian besar hanya digunakan untuk tempat beristirahat pada malam hari. Aktifitas masyarakat suku Dani sebagian besar adalah berkebun atau mencari hasil hutan. Hasil kebun dan hasil hutan itu yang dibawa pulang untuk dimasak pada malam dan pagi keesokan harinya. Biasanya yang menjadi makanan utama adalah ubi jalar atau yang lebih dikenal di sana dengan sebutan hipere.
Kakak penyuluh terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, “Ko (kau) betul Ailes, air itu memang penting. Tapi kaka tak bisa jawab ko pu (punya) pertanyaan itu. Mudah-mudahan ke depan ada program yang bisa bawa air sampai di ko pu kampung ini”.
Ailes (baju kotak-kotak merah) praktek mencuci tangan
Di berbagai wilayah di Papua masih banyak tempat yang belum terjangkau fasilitas air bersih. Kadang program hidup bersih dan sehat termasuk mengajarkan tentang cuci tangan hanya berakhir sebatas sosialisasi. Padahal air bersih itu penting. Penting supaya orang-orang di Wiringgambut bisa hidup sehat.
Ailes hanya tertunduk sesaat mendengar jawaban kakak penyuluh. Sesudah itu melihat teman-temannya asyik bermain bola di luar diapun segera bergabung. Canda dan tawa riang anak-anak memenuhi pelataran rumah desa sore itu. Entah sampai kapan mereka bisa segembira itu. Mungkin setelah ini mereka tak lagi bisa tertawa karena musim hujan sudah mau selesai. Karena air sebentar lagi tidak ada. Karena mereka harus kembali membantu orang tuanya untuk mengambil air di sungai dengan jirigen untuk dibawa ke honai. Perjalanan naik turun bukit yang tak gampang dilalui harus kembali mereka jalani. Itupun hanya untuk 5 liter air yang tak jernih. Air sungai yang berwarna keruh kecoklatan. Sedih memang.