Hari
itu tampak cerah sekali di desa Wiringgambut kecamatan Pirime kabupaten Lanny
Jaya (Papua). Selain karena cuaca, juga tampak cerah oleh kerumunan anak-anak
yang bersiap-siap untuk menjadi peserta sosialisasi
hidup bersih dan sehat. Temanya kali ini tentang Cuci Tangan Pakai Sabun. Di antara kerumunan anak-anak itu tampak
satu anak yang sangat antusias. Ailes Wandik namanya. Dengan lincah kedua kaki
kecilnya berlari mengambil air di salah satu tandon air hujan yang terbuat dari
bahan fiber. Air itu kemudian dituangkan dalam ember-ember kecil yang akan
digunakan untuk demo Cuci Tangan Pakai Sabun. Ailes terlihat serius dalam
menyimak setiap informasi yang disampaikan oleh kakak penyuluh. Kebetulan
sosialisasi saat itu juga disertai dengan kuis. Siapa yang bisa menjawab
pertanyaan tentang cuci tangan atau tentang hidup bersih dan sehat akan
mendapat hadiah.
Dalam
satu pertanyaan tentang langkah-langkah mencuci tangan dengan sabun, Ailes
dengan terbata-bata menggunakan bahasanya sendiri akhirnya bisa menjawab dengan
cukup tepat. Oh iya, apa saja sih
langkah-langkah tersebut? Pertama, cuci
tangan dengan air. Pastikan air yang digunakan adalah air mengalir. Bisa saja
dengan menggunakan gayung untuk air yang ada dalam ember. Tentu saja air yang
digunakan harus air yang bersih dan bebas kuman. Kedua, pakai sabun usapkan ke seluruh bagian tangan hingga ke
sela-sela jari dan batas kuku. Ketiga,
gosok tangan kurang lebih selama 20 detik. Jangan lupa sela-sela jari dan batas
kuku. Keempat, bilas dengan air
mengalir. Dan terakhir, kelima,
kibaskan tangan hingga kering.
Tangan
yang terlihat bersih belum tentu bebas kuman/ bakteri. Dan belum tentu juga
ketika mencuci tangan pakai air saja tangan akan bebas kuman. Tangan kita hanya
akan bebas kuman jika kita mencuci tangan pakai air bersih dan sabun, karena
sabun bisa membersihkan kuman/ bakteri yang ada di tangan.
Ailes yang tampak serius menyimak tiba-tiba mengacungkan
tangan dan bertanya, ”Kaka.. (kakak) mungkin karena sa (saya) jarang cuci tangan tu yang buat ingus susah
sembuh kah (logat Papua)?”. Kakak penyuluh tersenyum sambil mengangguk
membenarkan Ailes. Jika tangan kita ada kumannya maka tentu kita bisa terserang
penyakit, misalnya: diare, pilek, batuk, dan lain-lain. Oleh sebab itu, betapa
pentingnya kita mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas. Ailes
dan teman-temannya tampak mengangguk-angguk.
Menjelang
sosialisasi berakhir, sambil memegang beberapa buku dan alat tulis hadiah kuis,
Ailes tampak tertegun sejenak. Kakak penyuluh yang melihat Ailes tampak terdiam
langsung bertanya, “Ailes, ko kenapa kah?”.
“Kaka, cuci tangan itu baik, tapi
bagaimana dengan airnya?”, jawab Ailes. Kakak penyuluh terhenyak. Benar juga!
Selama ini desa Wiringgambut dimana Ailes tinggal masih mengandalkan air hujan.
Lokasi desa yang berada di bukit jauh dari tepi sungai membuat penduduk desa
kesulitan untuk menerapkan perilaku hidup bersih seperti cuci tangan. Air hanya
diambil seperlunya menggunakan jirigen 5 liter setiap harinya. Air itulah yang
menjadi persediaan air untuk masak dan minum selama orang ada di dalam honai. Oh iya, honai adalah rumah bagi
suku Dani. Karena sejak pagi hingga menjelang gelap kebanyakan masyarakat suku
Dani ada di luar rumah, maka honai sebagian besar hanya digunakan untuk tempat
beristirahat pada malam hari. Aktifitas masyarakat suku Dani sebagian besar
adalah berkebun atau mencari hasil hutan. Hasil kebun dan hasil hutan itu yang
dibawa pulang untuk dimasak pada malam dan pagi keesokan harinya. Biasanya yang
menjadi makanan utama adalah ubi jalar atau yang lebih dikenal di sana dengan
sebutan hipere.
Kakak
penyuluh terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab, “Ko (kau) betul Ailes, air itu memang penting. Tapi kaka tak bisa jawab ko pu (punya) pertanyaan itu. Mudah-mudahan ke depan ada program
yang bisa bawa air sampai di ko pu kampung
ini”.
Ailes (baju kotak-kotak merah) praktek mencuci tangan |
Di
berbagai wilayah di Papua masih banyak tempat yang belum terjangkau fasilitas
air bersih. Kadang program hidup bersih dan sehat termasuk mengajarkan tentang cuci
tangan hanya berakhir sebatas sosialisasi. Padahal air bersih itu penting.
Penting supaya orang-orang di Wiringgambut bisa hidup sehat.
Ailes
hanya tertunduk sesaat mendengar jawaban kakak penyuluh. Sesudah itu melihat
teman-temannya asyik bermain bola di luar diapun segera bergabung. Canda dan
tawa riang anak-anak memenuhi pelataran rumah desa sore itu. Entah sampai kapan
mereka bisa segembira itu. Mungkin setelah ini mereka tak lagi bisa tertawa
karena musim hujan sudah mau selesai. Karena air sebentar lagi tidak ada.
Karena mereka harus kembali membantu orang tuanya untuk mengambil air di sungai
dengan jirigen untuk dibawa ke honai. Perjalanan naik turun bukit yang tak
gampang dilalui harus kembali mereka jalani. Itupun hanya untuk 5 liter air yang
tak jernih. Air sungai yang berwarna keruh kecoklatan. Sedih memang.