Friday, September 9, 2011

Pelatihan Komite Air - Kisah Steven Kogoya


Nama saya Steven Kogoya (laki-laki) umur saya 36 tahun, saya tinggal di distrik Pirime tepatnya di desa Nilome. Ditempat saya itu sangat banyak sumber mata air ada sekitar 5 sumber mata air salah satu didesa tempat saya tinggal, namun sampai saat ini tidak terawat baik padahal air sangat lancar , begitu saya dengar ada undangan pelatihan komite air yang diadakan oleh wahana visi indonesia yaitu penyelenggaranya ADP Eruwok hati saya langsung senang dan saya berharap saya adalah salah satu diantara peserta pelatihan tersebut dan kenyataan itupun terjadi dan hati dan raut wajahkupun diselimuti suasana kegembiraaan, sejenak saya membayangkan masa kecil saya yang begitu sulit mendapatkan air bersih dan sangat jauh sekitar 3-4 km berjalan kaki dan terkadang saya malas, biasanya kami jarang minum dan sayapun sering menangis ketika disuruh ambil air karena mengingat akan jauhnya perjalanan dan beban yang akan dibawa, saya hanya mandi ketika saya sudah mau ibadah tepatnya di hari minggu saja dan hampir semua masyarakat saya mengalaminya masa kesulitan itu.

“Dan saya tidak ingin pengalaman saya masa lalu dirasakan oleh anak-anak dan masyarakat terus menerus. Hal itulah yang sangat mendorong saya bersemangat dalam pelatihan ini dan berharap banyak ilmu yang akan saya dapatkan dalam pelatihan ini.

Ada satu hal yang sampai saat ini membuat saya sangat kesal terhadap pemerintahan karena proposal yang kami buat terkait terhadap masalah kesulitan untuk mendapatkan air bersih ini tidak mendapat tanggapan yang baik dan selalu ingkar janji dan bukan hanya proposal tentang ini aja tetapi yang lain juga tidak mendapat tanggapan yang baik, hal ini membuat masyarakat saya sangat marah dan kesal dan sekarang kami tidak begitu mempercayai aparat pemerintah sekarang dan saya melihat Wahana Visi Indonesia atau yg biasa masyarakat sebut dengan WVI atau ADP inilah yang begitu perhatian terhadap kesulitan yang kami alami sekarang” lanjutnya.

“Kondisi saya dan masyarakat sekarang adalah kami punya mata air dan cukup jauh juga dari perumahan dan sekarang saya dan masyarakat lebih mengandalkan air sumur yang kami gali sendiri namun airnya kotor walaupun airnya kotor namun kami tetap mengkonsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari namun untuk air minum kami biasa mengambil air sekitar 3 km dan menempuh waktu 1 jam”.

Saya sangat senang dengan materi yang disampaikan hari ini karena saya belum pernah mendapatkan ilmu seperti perawatan saluran air dan juga saya belajar teknis pembengkokan pipa air. Daerah kami tanahnya bergunung dan tanahnya bertingkat dan kami sering mengalami kesulitan untuk pengaliran air ketempat yg kami inginkan dan bila ada tekungan biasanya kami langsung meratakan tanahnya dan ternyata dipelatihan ini saya mempelajari tentang bagaimana membengkokkan pipa dan tidak perlu lagi menggali tanah yg menghalangi saluran pipa air dan kami pikir dengan menggunakan pipa besi akan lebih tahan lama namun yang terjadi karena cepat rusak, karena setelah saya terima ilmu untuk pemasangan pipa besi banyak hal yang harus diperhatikan dalam hal pemasangannya, dan juga harus bersih.

“Saya pribadi sangat menginginkan bagaimana untuk mendapat air bersih jauh menjadi dekat dan kalau bisa juga dapat dialirkan kerumah-rumah masyarakat” ungkap Steven Kogoya disela – sela interview. Tindak lanjut yang akan saya lakukan setelah kegiatan selesai adalah berbagi informasi tentang pelatihan yang saya dapatkan dalam pelatihan ini dan saya juga adalah seorang gembala dan saya akan sampaikan ilmu ini kepada jemaat saya dan saya juga punya keinginan untuk membentuk komite air dan saya targetkan dibulan September. ADP Eruwok sudah pernah memberikan fiber untuk penampungan air namun kami hanya bisa memanfaatkan untuk penampungan air hujan saja karena kami belum bisa mengelola mata air yang ada disekitar kami.

Written by Elpinar Simanjuntak, Posted by Willy Sitompul for Eruwok Development

Channel of Hope Workshop in PE Forum – Yatin Pahabol’s Story

Channel of Hope workshop held in Dekenat followed by several PE (Peer Educators), one of them is Yatin Pahabol who always comments on the questions posed by the facilitator. The boy from Yahukimo is so riveted attention to the material presented. In between activities before lunch, we offer to dig up more information about her motivation to attend this event. The first thing he said about his motivation is curiosity so that information can be delivered to friends who do not know. "There are my friends who know this information but pretend not to know", his style casually said "because I know my friends also had attended training like this from other NGOs, but after participating in this activity they still do negativity "continued this YAPESLI vocational students.

This youth aged 16 years old also revealed that the teenage years is the most susceptible to this disease especially when met with women, drinking, rocking events, and exchange bracelets. For the Yahukimo activity like this is called "Dance" and should only be done during the day, it is recommended and the rules of the church and the Chieftains in order not to open opportunities for the unlikely event of negative, because the negative things that usually occur in night. This youngest child is also said that he was happy to get good information from NGOs as well as print media. "I enjoy participating in this activity because besides as additional information for me also to always remind me to control myself from the dangers of HIV and AIDS" he said with a smiling face.

Challenges faced in applying Saluran Harapan (Channel of Hope) are a difference in character between the people and culture. "I convey this information simply is not directly but through the groups that I know so it can go slowly" he said with little thought about the experience before. He once gave such information, but rejected, "ah ... you are young to know what ..." so said the person receiving these information. In addition, too, that these young man's interest to follow the activities is not only the training materials he had acquired but also the word of God who could strengthen the consistency of disseminating information to other colleagues.

Written by Willy Nugroho, Posted by Willy Sitompul for Eruwok Development

Thursday, August 4, 2011

PD sebagai salah satu Pendekatan dalam kegiatan Nutrisi ADP ERUWOK

ADP ERUWOK sudah berjalan hampir kurang lebih 10 tahun melayani di masyarakat dengan beberapa program yang ada dan pada tahun 2008 diadakan program Sehat project yang didalamnya ada program Nutrisi dan pada tahun 2009 program Nutrisi secara resmi berdiri sendiri untuk menjalankan tugas yang ada sebagai salah satu program yang juga dijalankan oleh ADP Eruwok. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan adalah pendekatan PD (Positive Deviance) yang sampai saat ini masih dilaksanakan dan masih terus berlanjut sampai beberapa tahun kedepan. Dengan mengacu pada pengertian bahwa:
  1. Positive Deviance adalah: Suatu pendekatan dalam menyelesaikan masalah (solusi) berdasarkan kepada pemberdayaan masyarakat
  2. Jawaban untuk mengatasi masalah dimasyarakat terdapat di depan mata kita
  3. Pendekatan yang sukses dalam mengurangi angka kekurangan gizi
  4. Memungkinkan masyarakat mengurangi kekurangan gizi pada saat ini dan mencegahnya pada tahun-tahun mendatang
  5. Perubahan perilaku dalam masyarakat berlangsung perlahan sehingga solusi yang ditemukan sendiri oleh masyarakat dapat lebih bertahan dibandingkan dengan solusi dari luar

Didasarkan pada pendapat bahwa beberapa jawaban untuk masalah-masalah masyarakat sudah ada dalam masyarakat itu sendiri dan hanya perlu diketemukan, maka kami tetap bertahan pada pendekatan ini karena Proses PD dan Pos Gizi memanfaatkan kebiasaan lokal yang berhasil mengobati dan mencegah kekurangan gizi dan memanfaatkan kebiasaan tersebut.

Sistem yang kami gunakan untuk memantau perkembangan anak-anak yang kami layani adalah sistem monitoring, yaitu kami memantau secara langsung di Pos Gizi dan melakukan perbandingan berat badan anak dengan penimbangan sebelum anak mengikuti sesi Pos Gizi dan sesudah mengikuti sesi Pos Gizi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan anak menuju ke arah yang lebih baik dengan pendekatan Positive Deviance.

Hambatan

Suatu usaha untuk merubah kondisi disuatu tempat tidak terlepas dari masalah ataupun hambatan, ini juga yang kami temui di tempat layanan kami, banyak hal yang kami lakukan namun dengan pergertian masyarakat yang sangat terbatas dalam memahami apa maksud dan tujuan kami, bahkan ada yang mengatakan mungkinkah WVI akan memberi uang untuk setelah sesi Pos Gizi mereka bisa membeli makanan untuk anak-anak mereka. Hal – hal inilah yang membuat kami harus terus berusaha untuk bisa membuat masyarakat layanan kami mengerti dengan tujuan yang kami sampaikan dan usaha yang kami lakukan. Kami menganggap bahwa setiap hambatan itu tidak akan berarti apa-apa jika mereka sudah mengerti apa yang kami lakukan karena itulah yang sedang kami lakukan untuk terus memberi pengertian secara berkesinambungan kepada masyarakat karena belum semua mengerti dengan pendekatan ini. Adapula hambatan yang lain seperti : Penerapan ECCD di Pos Gizi masih mengalami kendala dimana masih banyak ibu yang tidak aktif dalam mengajari anak - anak mereka, karena kebiasaan mereka yang kurang berinteraksi dengan anak dengan lebih banyak, tetapi lebih membiarkan anak berjalan dan bermain sendiri dikarenakan kesibukan ibu-ibu untuk melakukan kegatan lain.

Kisah sukses

Ada hal menarik yang kami dapatkan dalam setiap sesi Pos Gizi adalah banyak ibu yang memiliki perubahan pola pikir dalam mengatur pola makan anak dan mau meluangkan waktu mereka untuk memasak dan mengatur menu makan untuk anak-anak mereka yang sebelumya mereka lebih sibuk dengan urusan kebun dan tidak pernah meluangkan waktu untuk mengurus anak karena tuntutan keluarga yang mengharuskan seorang ibu bekerja di kebun dan pulang selalu pada sore hari atau malam, sehingga bisa dipastikan bahwa anak-anak hanya diberi makan oleh ibu 1 kali dalam sehari yaitu pada malam hari saja. Ada ibu yang setelah mengikuti sesi Pos Gizi bersama anaknya, Ia memutuskan untuk menerapkann apa yang dipelajari selama Sesi Pos Gizi di rumah dengan memanfaatkan tanaman sayur-sayuran yang ada di kebun untuk kebutuhan nutrisi anak. Sebelumnya ibu tersebut selalu menjual hasil panen ke pasar lalu membeli supermi untuk diberikan kepada anak karena Ia menganggap bahwa supermi yang dibeli itu lebih bergizi. Namun setelah mempelajari pola perilaku positif di Setiap Sesi Pos gizi ibu ini menjadi lebih bijak untuk mengatur pola makan anak dengan memanfaatkan tanaman sayur-sayuran yang ada di sekitar rumah.

Adapun cerita lain yang juga menarik yaitu: Si kembar Mitron(58 mgg) dan Nindana( 58 mgg), mereka mengikuti sesi pos Gizi yang pertama pada tahun 2007 di desa wenam, Pirime. Mereka tercatat sebagai anak Gizi buruk pada tahun 2007 di posyandu desa Wenam dengan berat badan masing-masing, Mitron (4 kg) dan Nindana (4,2) sebelum mereka mengikuti sesi Pos Gizi dan setelah mengikuti sesi Pos Gizi BB menjadi: Mitron (16,8) dan Nindana ( 15,6). “Mereka terlihat cukup aktif dalam keseharian mereka bersama ibu dan teman-teman bermain mereka” kata ibunya. Pada saat kami melakukan kegiatan posyandu dan memasukan kegiatan ECCD di saat posyandu,kami melibatkan mereka untuk terlibat dalam permainan yang kami buat dan mereka dengan senang melakukannya.

Pembelajaran

Di setiap kegiatan Sesi Pos Gizi masih didapati bahwa, banyak ibu yang terlibat dalam kegiatan dan mau terus belajar untuk merubah pola pikir masyarakat tentang Gizi yang sebenarnya dengan mudah didapati di sekitar mereka sendiri.

Written by Sonya Tadoe for Eruwok Development

Friday, June 10, 2011

Education Workshop Celebrating National Education Day – Kristiana’s Story

“This is my first time speaking in front of such stakeholders” said Kristiana when we asked her feeling and opinion after she attended a workshop celebrating National Education Day that celebrated on May 30, 2011 at Sasana Wio (a meeting room at Jayawijaya District Head Office). “At first I was bashful, not now what I’m going to say or ask in front of such audience” she continued.

As the youngest child in her family, Kristiana age is so distant to her siblings. She has one brother that already in college and two brothers are high school students. Kristiana herself is still in the sixth grade of elementary school. She studies at Tobanapme elementary school in Makki sub district. Even in the family Kristiana rarely speak up for herself. “In my family, we seldom spent time to speak to each other in form of discussion or speak about a topic” said Kristiana when we asked her if there was chance to discuss something (like speaking up problems and how to counter it) in her family. “WV staff helped me to learn of being confidence and told me that as children I have several rights that adolescence needs to listen and fulfill those basic rights” she continued.

Her father is Eli Kogoya who works as health officer in Makki Health Center. Her father actively involved in one of WV activities which is nutrition post (Pos Gizi) and integrated health post (Posyandu). Her mother is Merlina Wenda who works as midwife at the same health center with Kristiana’s father. Kristiana come from a village called Kemiri. This village gets support from WV in its nutrition project with positive deviance approach. During the education workshop to celebrate National Education Day, Kemiri village sent 4 sponsored children to participate in the celebration. The children were asked to speak up questions regarding education and learning process situation that happened in their village through the opinion of the child. The opinions poured in form of a letter that read in the celebration. Key note speakers that came from Education Department (Jakarta), Provincial Education Office of Jayapura, and district education office of Jayawijaya and Lanny Jaya were expected to comments on those children opinions.

“I want my teachers spent all day within a month in my school, I don’t want my teachers often go to Wamena just to get their wages” read Kristiana. “Sometimes, they spent half month just to wait for their wages that we did not received enough lesson in school. Local government has to pay serious attention on this problem” she read again. Though Kristiana read the letter hesitantly, all participants pay fully attention on her.

“We will try to do our best. In teachers’ placement, we have to coordinate this matter with civil employee affairs department” said Purnomo, the secretary of Lanny Jaya education office in responding to Kristina’s letter. “As for delivery teacher wages, we will coordinate to our financial office that teachers should accept their rights in time, so there will be no reasons they not teaching just to wait for wages” Purnomo continued. Purnomo also said as a new district, Lanny Jaya still need to learn form established district about so many systems including developing teachers’ quality. As new district several facilities for teachers still in developing process, this situation made some teachers not comfortable to be in his or her placement schools. In the future the government of Lanny Jaya will still focused on developing facilities for schools as this is the basic needs for teachers to be in his or her location.

“I’m glad to hear children have courage to speak up about education situation in their village” said James Modow – head of provincial education office. “Local government should pay attention seriously on these children opinion. If it is necessary to hold a discussion with them to improve education system in the future” he continued.

Kristiana’s face was gleamed hearing the response to her letter. Although at first she was embarrassed and not confidence, at least a promise was made, a promise to improve education situation in her village that will be better than before, a hope that she will share with her colleagues in school or maybe to other children in another school.

Good luck Kristiana!

Posted by Willy Sitompul for Eruwok Development